October 13, 2024

BRN | Jakarta – Urgensi penataan ruang di Indonesia dibutuhkan guna mewujudkan ruang wilayah yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisiensi dalam alokasi investasi, serta bersinergi. Penataan ruang dapat dijadikan acuan dalam program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka mendukung hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang mendorong percepatan penyusunan rencana tata ruang dengan menggelar Rapat Koordinasi Lintas Sektor Pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Kegiatan tersebut diselenggarakan di Hotel Mulia Jakarta, Rabu (12/10/2022).

Pembahasan RTRW dan RDTR tersebut di antaranya mencakup Rancangan RTRW Kabupaten Sorong, RDTR Kawasan Pesisir Kota Parepare, dan RDTR Kawasan Perkotaan Labungkari.

Dalam arahannya, Direktur Jenderal Tata Ruang, Gabriel Triwibawa menggarisbawahi, sesuai amanat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, ketika di suatu daerah telah mempunyai RDTR, maka penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dapat diterbitkan dalam 1 (satu) hari kerja.

Hal tersebut dikarenakan RDTR akan diintegrasikan kedalam sistem _Online Single Submission_ (OSS) sehingga memakan waktu yang lebih cepat dalam penerbitannya. Penerbitan KKPR yang cepat akan memangkas waktu perizinan berusaha sehingga berdampak pada pada pesatnya iklim investasi di Indonesia.

“Pasca Covid, kita sedang memasuki masa _recovery_ termasuk peningkatan ekonomi. Jika investasi tinggi, harapannya pertumbuhan ekonomi tinggi dan akan selaras dengan pembukaan lapangan kerja yang banyak, pengangguran berkurang, dan masyarakat mempunyai daya beli tinggi” ucap Gabriel Triwibawa.

Tentu RDTR OSS berbasis digital berjalan beriringan dengan tantangan yang juga muncul. Gabriel Triwibawa menyoroti 3 (tiga) tantangan tersebut diantaranya tantangan teknis, tantangan sumber daya, dan tantangan komitmen. Secara spesifik, ia menyoroti terkait tantangan ketiga, yaitu komitmen. “Kadang kita tidak terlalu menyadari pentingnya tata ruang. Membuat tata ruang seolah-olah lukisan, indah, namun lebih dari itu, ini adalah sebuah komitmen untuk 20 (dua puluh tahun) mendatang. Bagaimana memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungannya,” lanjutnya.

“Bagaimana aspek pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pembangunan yang tidak merusak lingkungan. Komitmen ini harus datang dari eksekutif dan juga legislatif agar bekerja sama mendukung penyusunan rencana tata ruang dengan juga menyediakan _resources_-nya baik dari sumber daya manusia maupun anggarannya” tambah Gabriel Triwibawa.

Pada saat yang sama, Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah II Kementerian ATR/BPN, Rahma Julianti menyampaikan _overview_ berbagai isu strategis dari ketiga rancangan rencana tata ruang tersebut. Pada RTRW Kabupaten Sorong, Rahma mengatakan, penyusunan RTRW Kabupaten Sorong telah menyesuaikan Perda RTRW Provinsi Papua Barat yang sebelumnya telah ditetapkan. Isu strategis lainnya yaitu masih adanya batas indikatif antara Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw. (LS/RE)

*(Humas/LI)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *