December 2, 2024

BRN | Jakarta – Otto Cornelis Kaligis atau OC Kaligis ditunjuk menjadi kuasa hukum Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Hal tersebut dibenarkan tim pengacara Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening. Berdasarkan pertemuan antara Klien Kami (Yulce Wenda) dengan O.C. Kaligis dan Tim Penasihat Hukum, yang di adakan di Kantor OC Kaligis & Associates, di Jl. Majapahit No.18-20, RT.14/RW.8, Petojo Selatan. Jakarta, Jum’at (20/01/2023).

Dalam pertemuan tersebut memberitahukan Fakta-fakta hukum sebagai berikut :

1. Bahwa sejak bulan Juni 2022 rekening dari Ibu Yulce Wenda (Klien Kami) sudah dibekukan, Ketika Ibu Yulce Wenda ingin membayar dengan kartu debit visa pada suatu restaurant;

2. Bahwa Ibu Yulce menelfon pihak BCA, namun pada saat itu, pihak BCA tidak memberikan keterangan. Kemudian, Ibu Yulce mendatangi kantor Pusat BCA untuk meminta klarifikasi, sehubungan dengan tidak dapat digunakan kartu visa debit BCA tersebut. Pihak BCA memberitahukan secara lisan rekening yang bersangkutan sudah dibekukan tanpa alasan. Hal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam Pasal 44A ayat (1) yang berbunyi : “Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut”

3. Bahwa pada tanggal 1 September 2022, Bapak Gubernur (Nonaktif) Lukas Enembe menerima panggilan pertama sebagai Saksi. Kemudian, pada tanggal 5 September 2022, Bapak Lukas Enembe dijadikan Tersangka;

4. Mengacu pada poin di atas, Tindakan yang dilakukan KPK seperti Pembekuan Rekening terhadap istri dari bapak Lukas Enembe yakni Ibu Yuics Wenda jauh sebelum perkara ini ditingkatkan ke Penyidikan, dan hai ini merupakan Tindakan kriminalisasi hukum yang mana penyitaan harus dilekukan melalui perintah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasa} 38 KUHAP. “Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.”

5. Bahwa Klien Kami merupakan Istri dari Tersangka, dan BUKAN merupakan Subjek Hukum dalam perkaraa quo. Sehingga perbuatan tersebut bukan secara serta merta dapat dihubung-hubungkan oleh pihak KPK untuk mencari kesalahan / mengkriminalisasi keluarga Tersangka sebagaimana yang diatur dalam Pasal 129 yang menyatakan sebagai berikut : “Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarg ya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu gan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.”

6. Bahwa pada hari ini, Kami Bersama-sama dengan Klien Kami dan keluarga,
mengunjungi RSPAD Gatot Subroto sekitar pukul 11.00 WIB. Namun sempat terdapat penolakan dari pihak KPK terkait dengan pertemuan antara Klien Kami dengan Tersangka. Berdasarkan UU No 29 Tahun 2004 tentang Kedokteran, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 17 ayat (2) sebagai berikut : “Saya bersumpah/ berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, OBYEKTIF, JUJUR, BERANI, ADIL, TIDAK MEMBEDA – BEDAKAN JABATAN, SUKU, AGAMA, RAS, GENDER, DAN GOLONGAN TERTENTU dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.”

7. Bahwa kami menemukan fakta terkait dengan kondisi Kesehatan Bapak Gubernur (Nonaktif) Lukas Enembe yang memburuk dari Penyakit Ginjal yang sebelumnya berdasarkan keterangan keluarga dan dokter pribadi, penyakit ginjal stadium 4, namun sekarang menjadi stadium 5;

8. Bahwa sehubungan dengan Poin 7 di atas, berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Kedokteran, Pasal 45 ayat (1) menyatakan bahwa : “(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.

PENJELASAN :

Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan Tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan persetujuan atau penolakan Tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung.”

9. Bahwa juga berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada Pasal 37 ayat (1) menyatakan sebagai berikut : “Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.”

Berdasarkan fakta-fakta hukum sebagaimana yang telah kami uraikan di atas, perbuatan penyidik KPK merupakan Tindakan semena-mena dan melakukan Tindakan kejahatan dalam jabatan sebagaimana di atur dalam Pasal 421 KUHP. Sehubungan dengan hal tersebut, Klien Kami tidak mendapatkan Kepastian Hukum sebagaimana diatur dalam Hak Konstitusi sebagai WNI.    *(LI)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *