BRN | Jakarta – Masih hangat dalam ingatan kita, betapa mencekamnya suasana pada masa pilkada DKI 2017, dimana sarat dengan keresahan yang diwarnai issu SARA dan politisasi agama.
Hal ini bagi Haidar Alwi bukanlah hal biasa, tapi sangat luar biasa berbahaya dan mengancam persatuan di tengah masyarakat. Haidar Alwi mengingatkan bahwa hal seperti itu bisa dan sangat bisa terulang. Artinya kekuatan kelompok Ekstrim Radikal garis keras itu masih ada sel-sel nya, sekalipun organisasi yang terafiliasi paham radikal sudah dibubarkan secara _de jure_, namun secara _de fakto_ mereka masih bergerak dengan narasi-narasi mengatasnamakan agama. Hal ini sangat berbahaya.
PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pada saat ini harus mewaspadai segala kemungkinan yang terjadi dari potensi Radikalisme yang terjadi. Haidar Alwi, yang sejak 2018 membangun narasi Toleransi Indonesia, dengan berceramah di tempat ibadah lintas agama, di Gereja, Pura dan Wihara baik dalam perayaan keagamaan, maupun hari hari ibadah biasa, selalu menyampaikan bahwa tak ada satupun agama dan keyakinan di dunia ini yang mengajarkan kebencian, dan menyampaikan himbauan bahwa kita harus bersatu dalam Bhinneka Tunggal Ika, saling menyayangi sebagai sesama umat manusia.
Hal seperti inilah yang selalu disampaikan Haidar Alwi, dan PDI Perjuangan juga harus ingat pada narasi Jahat yang menstigmakan sebagai partai sekuler, anti islam, dan pernah di cap menistakan agama, layak mendorong orang seperti Haidar Alwi untuk bersama pemerintahan Jokowi, pada reshufle kabinet di akhir masa jabatan Jokowi ini, agar semua persoalan nenyangkut radikalisme bisa teratasi.
Menurut salah seorang dari Relawan pemenangan Jokowi pada pilpres 2019 lalu, Bayu Neneng wahyuni, ketika dimintai pendapatnya menyampaikan bahwa Haidar Alwi punya kontribusi besar dalam pemenangan Jokowi, dengan membangun sejuta posko di pelosok daerah bersama Aliansi Relawan Jokowi yang terdiri dari seribu lebih organ pemenangan di Jakarta maupun di daerah.
(Pewarta: Rms/LI)