July 16, 2025

JAKARTA | BRN – Entah apa definisi yang dipakai Fadli Zon terhadap kata massal sehingga kasus perkosaan brutal di hari-hari kerusuhan Mei 1998 dianggap tidak terjadi bahkan ironisnya dianggap sebagai berita bohong dan tentu saja kaliber seorang politikus sekelasnya pasti punya misi tertentu dibalik pernyataannya yang terasa sangat kontroversial bagi entitas Tionghoa apalagi pada keluarga-keluarga korban secara langsung.

Patut diduga FZ (Fadli Zon) tidak sendirian didalam upaya mengelabui sejarah kelam itu dengan cara yang tidak senonoh persis seperti sebuah perkosaan berlangsung dimana pelaku merasa itu bukan perilaku yang salah sehingga bila dibiarkan akan terus berpotensi mengulangnya kembali. Miris.

Sejarah mencatat berbagai peristiwa hebat maupun biadab tanpa memandang demi kepentingan golongan atau kelompok tertentu, tetapi semata-mata sebagai kebenaran sejarah yang seutuhnya menjadi warisan pengetahuan bagi dunia manusia dimanapun berada dan menjangkaunya sebagai hikmah yang baik atau tidak baik.

Sejarah bukan cerita dongeng atau fiksi yang dihantarkan sebagai kebenaran oleh seseorang atau sekelompok kepentingan dengan tujuan “menghitamkan yang suci” dan sebaliknya “mensucikan yang hitam”. Sejarah itu kisah nyata apa adanya.

Maka menjadi tanda tanya besar bila upaya pelurusan sejarah kerusuhan Mei 1998 menjadi sebuah proyek penghapusan adanya tindak perkosaan secara brutal dan sadis ketika itu sebagai tidak ada bahkan disebut hanya rumor atau isyu bohong semata. Trenyuh rasanya mendengar FZ berkata demikian, koq bisa?

Kalau ingin mengganti kata massal dengan “banyak terjadi perkosaan” pada saat itu yang menimpa perempuan-perempuan keturunan Tionghoa, mungkin masih masuk akal, tetapi menyatakan tidak ada peristiwa perkosaan dimasa itu selain menyakitkan juga kita tak menyangka ada sosok pemimpin yang selayaknya mampu menjaga kebenaran malah ingin menghapusnya dari sejarah.

Bagi warga Tionghoa secara sifat dan kebiasaannya menghadapi kebijakan penguasa dari masa ke masa kekuasaan senantiasa selalu “manut” atau setidaknya diam saja meskipun terasa menyakitkan, tetapi dalam hal peristiwa lebih dari 25 tahun lalu ini masihlah sangat membekas terlebih bagi para korban dan keluarganya yang ditengarai lebih dari separuhnya tenggelam dalam senyapnya kerusuhan itu.

Maka diharapkan Menteri Fadli Zon dapat menarik atau setidaknya mengklarifikasi pernyataannya kedalam interpretasi yang sesuai dengan fakta ketika kerusuhan dimasa itu apalagi Kebudayaan menjadi tugasnya kini. (**)

**Adian Radiatus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *