July 16, 2025

Jakarta | BRN – Saat ini Pemerintah menyoroti isu viral terkait penjualan empat pulau di Kabupaten Kepulauan Anambas ( Pulau Ritan, Tokongsendok, Mala, dan Nakok) yang mencuat di salah satu situs asing.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengingatkan bahwa lahan dan pulau di Indonesia tidak dapat dimiliki oleh pihak asing, baik individu maupun badan hukum.

“Tanah di Indonesia, apalagi jika berbentuk Sertifikat Hak Milik, secara hukum hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia. Tidak bisa atas nama asing,” tegas Nusron dalam pernyataan resmi yang dikutip Sabtu (5/7/2025).

“Pengaturan tersebut sudah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, yang hanya memperbolehkan kepemilikan hak milik kepada WNI. Untuk kepemilikan melalui skema Hak Guna Bangunan (HGB), pun harus dilakukan melalui badan hukum yang terdaftar di Indonesia”, ungkap Nusron

Disisi lain, Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum Agraria dan Pertanahan ,Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H mengatakan ;”Kita tahu jual beli pulau di Indonesia tidak dibenarkan secara hukumnya dan jika kita bicara dalam konteks pulau-pulau akan kembali kepada falsafah tanah pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang pemaknaannya bahwa tanah itu tentu digunakan untuk kesejahteraan rakyat”, ujar Aarce lewat lewat sambungan telephone, Minggu(06/07)

Negara sebagai organisasi tertinggi rakyat mempunyai kompentensi untuk mengatur pengunaan dari tanah tersebut sesuai dengan subyek pengunaannya dan jika berbicara kata jual berarti kita melakukan suatu transaksi dalam arti kata misalnya dari pulau milik A ke pulau milik B tetapi harus sesuai regulasi tanah itu, ungkap Aarce

Jika pulau di jual mau dikemanakan masyarakat adat yang tinggal di pulau tersebut dan saya rasa di dalam masyarakat adat harus ada yang namanya rol model yang dapat mencegah kasus-kasus jual beli pulau yang sampai saat ini kasusnya menjadi viral, kata Aarce

Rol model yang saya maksud yaitu Audit hak atas tanah dan moratorium dengan validasi legalitas lahan di pulau-pulau, Satgas digital memantau penjualan Pulau yang dilakukan secara online, pemberdayaan lokal yaitu libatkan BUMDes dan masyarakat adat, serta sistim transparsnsi data dengan mengunakan peta dan registrasi digintal( GISTARU), kata Aarce

Kita juga harus buat tim gugus tugas untuk memantau dari pulau tersebut tentukan ini akan melibatkan beberapa hal seperti TNI atau Polri yang bisa menjaga pulau tersebut, ucap Aarce

“Tanah itu dalam konteks ekonomi harus menjadi kesejahteraan untuk masyarakatnya dan kita juga harus mendukung program asta cita dari presiden Prabowo yang mempunya program strategi nasional ini dan saya lihat program ini adalah suatu pembaruan aspek politik dan hukumnya yang harus kita dukung”, jelas Aarce

Untuk bisa melihat kepastian hukum tanah bukan cuma melihat subjek dan objek tanah saja tetapi bagaimana pendaftaran tanahnya itu dilakukan, dengan melalui sistem digital yang saat ini dari sertifikat manual ke seritifikat elektronik kita bisa menghindari kecurangan dari masyarakat atau mafia-mafia, kata Aarce

Sedangkan untuk hukum acara tanah juga harus diatur supaya tidak adanya kesalahan-kesalahan didalam pembuktian dan harus ada ketentuan atau SOP tersendiri dalam pengaturan sertifikat tanah secara elektronik , tutur Aarce

Prof Aarce berharap semoga nantinya kita punya pengadilan pertanahan secara khusus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *