BRN | JAKARTA – Masalah Stunting di Indonesia masih saja berlanjut. Stunting adalah kondisi anak mengalami pertumbuhan yang terhambat karena kekurangan asupan gizi.
Kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan dan banyak yang belum merata mengenai peningkatan gizi kepada anak-anak Indonesia. Pertumbuhan Pembangunan di berbagai sektor belum bisa mengangkat kasus stunting di Indonesia.
Hasil Survei Status Gizi Nasional (SSGI) pada tahun 2022, menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6%, menurun 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, tetap saja, kasus stunting masih ada didapati, bahkan di daerah yang dikatakan sedang membangun infrastruktur.
Membahas hasil survey dari SSGI tahun 2022 ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengadakan Konferensi Pers, Jumat, (27/01/2023), pukul 12.30 WIB, bertempat di Ruang Kaca dr. J. Leimena lantai. 2, Blok C Kemenkes, Jakarta.
Hadir dalam acara tersebut sebagai narasumber : dr. Maria Endang Sumiwi, MPH. (Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan), Syarifah Liza Munira, SE., M.P.P, Ph.D. (Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan / BKPK), dr.Siti Nadia Tarmizi, M. Epid (Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI).
Syarifah Liza Munira, SE., M.P.P, Ph.D. (Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan / BKPK) menyampaikan hasil survei SSGI.”Dasar Pelaksanaan SSGI 2022 adalah PERPRES No. 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, PERPRES No. 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Surat St Wapres No. B. 470/KSNB/SWP/PKM.00/07/2021 tentang pelaksanaan SSGI tahun 2022, dan Surat Bappenas No. 030007/PP.03.02/D.5/T/3/2022 mengenai urgensi pelaksanaan SSGI oleh Kemenkes, ” jelasnya.
“Hasil tren masalah gizi di Indonesia, dari hasil SSGI 2022, Stunting 21,6 persen (turun 2,8), Wasting (kondisi anak yang berat badannya menurun seiring waktu hingga total berat badannya jauh di bawah standar) 7,7 persen (naik 7,7), Underweight (berat badan turun dibawah standar berat badan normal/perusia)17,1 persen (naik 0,1), Overweight (Kelebihan berat badan dari angka ideal) 3,5 persen (turun 0,3). Metode penelitian Survei masih kompareble dari tahun ke tahun, ” ujarnya.
dr. Maria Endang Sumiwi, MPH. (Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan), ” Kita ingin memberikan ke masyarakat bahwa nilai stunting turun, namun harus terus memberikan informasi kepada masyarakat. Jumlah stunting untuk usia 12-23 bulan, sebanyak 978.930. Jumlah stunting usia 0-2 tahun di tahun 2021 dinilai masih bertambah. Hal ini jangan sampai anak stunting bertambah. Jangan ada tambahan jumlah stunting usia baru lagi, ” ujar dr. Maria Endang.
“Penting sekali anak-anak datang ke Posyandu untuk mengetahui grafik berat badan. Kita mengintervensi agar keluarga dapat melihat tumbuh kembang anak. Kita terus menekan gizi kurang, gizi buruk, stunting, ada pelayanan dan penyuluhan di Posyandu,” ujar dr. Maria.
Hal ini dikemukakan sesuai Intervensi Spesifik (30 ℅) difokuskan pada masa sebelum kelahiran dan anak usia 6-23 bulan yang dilakukan oleh Kemenkes RI, antara lain:
1. Skining anemia.
2. Konsumsi Tablet Tambah Darah Remaja Putri.
3. Pemeriksaan Kehamilan (ANC).
4. Konsumsi tablet tambah Darah ibu hamil.
5. Pemberian makanan tambahan bagi ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK).
6. Pemantauan Pertumbuhan balita.
7. ASI Eksklusif.
8. Pemberian MP ASI kaya protein hewani bagi badut.
9. Tata laksana balita dengan masalah gizi (Weight Faltering, underweight, gizi kurang, gizi buruk dan stunting).
10. Peningkatan cakupan dan perluasan Imunisasi.
11. Edukasi Remaja, Ibu Hamil dan keluarga termasuk penipuan bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
*(sumber dari pemeriksaan dan pengukuran : intervensi dari SSGI 2022/LI)