November 14, 2024

BRN | Jakarta – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) terkait peran badan pengatur dan harapan ke depan dalam rencana revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi di Jakarta, Senin, (26/6/2023). Kegiatan ini dihadiri Kepala BPH Migas Erika Retnowati, para Komite BPH Migas, dan Pejabat Tinggi Pratama. Dalam FGD ini BPH Migas mengundang para pakar sebagai narasumber untuk memberikan pandangannya tentang peran BPH Migas ke depan, yaitu Kepala BPH Migas periode 2011-2015 Andy Noorsaman Sommeng, akademisi Hikmahanto Juwana, praktisi energi Widhyawan Prawiraatmadja, dan Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo.

Erika menyampaikan, BPH Migas mempunyai tiga peran yaitu sebagai regulatory body, supervisory body, dan dispute resolution body. “Sesuai kewenangannya sebagai regulatory body, menghasilkan keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. BPH Migas harus melaksanakan tugas dan fungsi dengan penuh integritas,” terangnya.

Erika melanjutkan, BPH Migas mendukung penuh transisi energi menuju net zero emission (NZE).

“Pengelolaan energi berkelanjutan yang memperhatikan lingkungan hidup dengan menempatkan gas bumi sebagai jembatan peralihan energi fosil ke energi terbarukan. Oleh karenanya gas memegang peranan penting dalam transisi energi,” tutur Erika.

Untuk itu, Erika berharap BPH Migas bisa berperan aktif dalam proses transisi energi, utamanya di sisi hilir migas. “Diharapkan dapat memberikan terobosan-terobosan di bidang penguatan hilirisasi migas dan mempercepat pembangunan infrastruktur gas bumi,” tegasnya.

Berdasarkan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN) Tahun 2022-2031, terdapat 72 lokasi Wilayah Jaringan Distribusi berdasarkan ketersediaan infrastruktur (pipa transmisi sebagai sumber pasok), ketersediaan pasokan gas dan demand, termasuk jaringan gas untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil, dan/atau SPBG untuk transportasi.

Sementara itu, Hikmahanto menjelaskan, ke depan, BPH Migas diharapkan dapat memperkuat sisi pengawasan sesuai dengan tugas dan fungsinya. “Ke depan, bagaimana dengan BPH Migas? Tetap sebagai independent regulatory body. Fokusnya adalah di bidang pengawasan. Dalam konteks pengawasan itu, mereka bisa membuat regulasi,” ucapnya.

Adapun Andy menjelaskan mengenai trilema energi Indonesia yang terdiri dari ketahanan energi, ekuitas energi, dan keberlanjutan lingkungan hidup. “Energy security, energy equity, dan energy sustainabilitiy. Pada environmental sustainability, kita bicara bagaimana menghadapi era transisi energi dan NZE,” paparnya.

Hal senada diungkap Widhyawan, menurutnya, gas akan memainkan peran yang lebih penting dalam konteks transisi energi Indonesia, sebagai jembatan energi, dan gas tidak dilihat sebagai energi fosil, tetapi sebagai carbon avoidance. “Narasi gas itu bukan fosil fuel tetapi gas adalah carbon avoidance,” ucapnya.

Sedangkan, Sudaryatmo mengutarakan, minyak dan gas bumi merupakan komoditas esensial, oleh karena itu diperlukan regulasi yang tegas untuk pengaturannya. “Kalau suatu komoditas itu masuk dalam essential comodity, paling tidak ada kontrol dari negara, yaitu dari sisi produksi, dari sisi distribusi, dari sisi pricing policy, dan yang keempat adalah konsumsi,” tuturnya.    *(Humas/LI)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *