BRN | JAKARTA – Memasuki usia yang semakin dewasa, Bamus Betawi akan menyelenggarakan Musyawarah Besar Badan Musyawarah Masyarakat Betawi atau yang dikenal dengan sebutan Bamus Betawi.
Jelang Mubes ke VIII tersebut, kali ini sudah ramai diperbincangkan. Baik soal Agenda Mubes maupun tentang tempat hingga kandidat calon ketua umum.
Jalih Pitoeng yang selama ini cukup lama mengamati keberadaan serta sepak terjang Bamus Betawi dari luar struktur kini akhirnya buka suara.
Saat dijumpai di balaikota usai menemui salah satu pejabat provinsi DKI Jakarta, sosok yang kritis ini memang dikenal sangat radikal melempar statmen-statmen yang bersifat korektif tentang keberadaan dan penyelenggaraan organisasi Bamus Betawi, menyampaikan keperihatinanya.
“Bagi saya sesungguhnya sangat sederhana aja dalam menata dan mengelola organisasi” kata Jalih Pitoeng, Senin (14/08/2023).
“Ketua umum Bamus Betawi ga perlu harus bergelar juga tidak harus kaya raya” imbuhnya menegaskan.
“Untuk apa juga jika yang gelarnya serenteng tapi tidak peka. Atau yang mentereng dan kaya raya tapi tidak peduli dan tidak mau berkorban” sambung Jalih Pitoeng.
Ditanya seperti apa kriteria ketua umum Bamus Betawi, sosok pendiri dan pemimpin beberapa ormas ini mengatakan yang terpenting mampu memimpin organisasi.
“Ga perlu banyak kriteria dalam memimpin Bamus Betawi. Cukup memiliki Leadershipitas” jawab Jalih Pitoeng singkat.
“Karena dengan memiliki kemampuan tentang kepemimpinan, Insya Allah dia akan mampu memimpin sesuatu yang dipimpinnya. Baik organisasi korporasi, koperasi maupun organisasi kemasyarakatan termasuk partai politik” Jalih Pitoeng memaparkan.
“Pemimpin yang leadership, pasti punya konsep bagaimana menata, membangun sekaligus mengembangkan organisasi yang dipimpinnya secara baik, terbuka dan transparan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan akuntabilitas. Selain itu dia juga mampu menyusun program. Mulai dari program jangka pendek, sedang dan jangka panjang. Termasuk melakukan pengendalian dan pengawasannya” Jalih Pitoeng melanjutkan.
Masih menurut Jalih Pitoeng, bahwa untuk memimpin organisasi Konfederasi seperti Bamus Betawi yang isinya banyak ormas-ormas Betawi tidak bisa asal-asalan. Setidaknya dia harus memahami dan menguasai managemen organisasi. Dan mohon maaf, bukan hanya sekedar mobilisasi yang pada ujung nya melahirkan kegagalan dan panen penyesalan. Maka sangat keliru jika hanya bisa bagi-bagi recehan atau janji-janji manis kandidat kepada para pimpinan ormas yang tergabung dalam Bamus Betawi sebagai pemilihnya.
Sebagai anak Betawi yang dibesarkan dalam lingkungan kewirausahaan, Jalih Pitoeng juga mengajak agar Bamus Betawi kedepan memiliki badan-badan atau lembaga perekonomian guna menopang kesejahteraan ormas-ormas yang ada ditanah Betawi.
“Pendekatan bagi-bagi recehan itu menurut saya sangat menjijikan. Bahkan sebuah penghinaan terhadap ormas-ormas pendukung. Kerdil dan gembel sekali pimpinan ormas dimata kandidat” kata Jalih Pitoeng.
“Tapi berilah program dan kegiatan usaha demi memajukan ormas sekaligus mensejahterakan pengurus dan anggotanya. Toh negara sudah menganggarkan untuk itu” tegas Jalih Pitoeng.
“Jadi Bamus Betawi saat ini butuh pemimpin yang cerdas, Amanah dan Jujur. Jika ada kekurangan, kita bisa saling berbagi dan mendukung didalam menyelesaikan berbagai persoalan. Tidak terlalu kaya, kita juga bisa saling bergotong royong dalam memenuhi segala kebutuhan organisasi” tutur Jalih Pitoeng
“Hanya pemimpin yang bodoh, jika tidak bisa membangun dan mengembangkan ormas-ormas yang ada. Ibarat ayam mati dilumbung padi. Karena Jakarta ini provinsi ber APBD tertinggi dinegeri ini. Yang penting jujur!” Jalih Pitoeng menegaskan.
Didesak siapa yang pantas menjadi pemimpin Bamus Betawi, dirinya menyerahkan kepada para tokoh yang lebih tua dan dituakan untuk melakukan pemetaan.
“Bagi saya yang penting Kaum Betawi maju. Tidak penting siapa jadi apa. Tapi jauh lebih penting apa yang bisa dia lakukan untuk kemajuan Betawi. Sehingga untuk urusan pemilihan saya serahkan kepada yang tua dan dituakan saja” ungkap Jalih Pitoeng.
“Demokrasi kita kan demokrasi pancasila. Yang lebih mengedepankan azas musyawarah mufakat. Apalagi kita anak Betawi. Yang sejak kecil sudah ditanamkan ajaran islam tentang musyawarah” imbuhnya.
“Jadi jangan norak dan sok berdemokrasi ala barat one man one vote jika ujung-ujung cuma terjebak dalam mobilisasi serta melakukan hal-hal yang tidak terpuji hanya untuk dapat simpati dan dipilih. Inilah yang merusak demokrasi dan politik berbiaya tinggi selama ini” Jalih Pitoeng mengingatkan.
“Yang pada akhirnya melahirkan badut-badut dan bandit-bandit serta koruptor baru” celetuk Jalih Pitoeng pedas.
Selain itu, terkait dengan tahun politik, Jalih Pitoeng juga meminta agar Bamus Betawi jangan ditarik-tarik dalam kepentingan politik praktis.
“Kita sangat faham bahwa politik tidak bisa dipisahkan dalam sendi kehidupan. Karena berbagai kebijakan yang mempengaruhi kehidupan adalah produk politik. Tapi Bamus Betawi ini organisasi kekhususan dan atau kesukuan ditanah Betawi” kata Jalih Pitoeng.
“Maka, siapapun pemimpinnya, Bamus Betawi jangan ditarik-tarik dalam kepentingan politik praktis. Apalagi pragmatis. Karena itu berpotensi dapat membelah kelompok-kelompok yang berbeda pilihan. Apakah beda pilihan calon presiden maupun gubernur saat pilkada nanti” pinta Jalih Pitoeng.
Sosok anak Betawi yang memiliki latar belakang ekonomi, managemen dan perbankan ini juga mengingatkan tentang dasar-dasar pengelolaan organisasi. Dalam hal ini organisasi sosial kemasyarakatan.
“Sistem yang baik, konsep dan program yang baik serta sumber daya manusia yang baik, Insya Allah akan menghasilkan produk kebijakan yang baik pula” Jalih Pitoeng menuturkan.
“Jadi pilihlah pemimpin Bamus yang cerdas, amanah dan pantas sebagai pemimpin. Terlebih ini kan organisasi kekhasan atau kesukuan yang lebih menitik beratkan pada khasanah kebetawian. Kalau istilah saya, calon ketua umum Bamus Betawi kudu tahu ukuran baju lah” pungkas Jalih Pitoeng. *(LI)