October 26, 2024

BRN | Jakarta – Presidium G45 menggelar acara konferensi Pers terkait Penerapan UUD 2002 Suburkan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme bertempat di Jl. Imam Bonjol No.16 Menteng Jakarta Pusat Rabu 6/12/45.

Sejak Masa Reformasi, diubahnya UUD 1945 Asli (diberlakukannya UUD 2002) yang membuka jalan bagi liberalisasi politik dan ekonomi, praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme/KKN tidak hilang tapi semakin subur dan merajalela. Praktek KKN menyebar ke daerah dan bahkan di sekitar pusat kekuasaan.

Sejak Masa Reformasi terjadi kasus korupsi besar yg merugikan negara triliyunan rupiah, seperti Kasus Bank Cantury, dan Kasus Hambalang. Pada Rezim Pemerintahan terakhir (di bawah kepemimpinan Presiden Ir. Joko Widodo) praktek korupsi merajalela hingga ke daerah-daerah dengan terlibat dan terjeratnya sejumlah Gubernur, dan bupati/wali kota.

Memprihatinkan adalah dugaan tindak pidana korupsi terjadi di sekitar pusat kekuasaan. Yang paling akhir berkembang dugaan korupsi di Kemenkominfo, Kementan, e-KTP, BTS. Nestapanya, praktek korupsi dalam bentuk tuduhan pemerasan melibatkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu sendiri.

Korupsi di Indonesia telah menjadi State Captured Corruption, yakni dilakukan oleh negara itu sendiri. Hal ini dimungkinkan karena ketatanegaraan Indonesia yg berubah membuka peluang bagi munculnya oligarki politik dan oligarki ekonomi yg terlibat dalam persekongkolan jahat. Keadaan demikian membuat politik Indonesia menjadi politik berbiaya tinggi (high cost politics), yg menyebabkan seseorang pejabat legislatif maupun eksekutif tampil karena sponsorship yg pada akhirnya dia harus “membalas budi” dengan memberi konsesi tertentu.

liberal dan liar sehingga memberikan jalan lahirnya kleptokrasi dan politik dinasti yang mengkhianati cita cita reformasi. Dengan kekuasaan yg terpusat dan rekruitmen politik yg dipengaruhi eksekutif, serta didukung oleh produk hukum/perundang undangan yg dikendalikan oleh eksekutif, kalangan eksekutif dapat menguasai aset negara. Maka tidak mengherankan jika ada pejabat yg ikut berbisnis dan menguasai aset negara (kaum kleptokrat). Hal itu semua disebabkan tidak efektifnya pengawasan dari lembaga perwakilan, dan tiadanya pertanggung jawaban Presiden kepada rakyat melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia produk UUD 2002 rentan dan telah memunculkan kekuasaan politik yg cenderung mengakumulasi kekuasaan dan melanggengkan kekuasaan, baik utk berkuasa lagi maupun mewariskan kekuasaan kepada kroni atau famili. Sistem itu juga cenderung menciptakan kediktatoran konstitusional (constitutional dictatorship), yakni dengan merekayasa hukum bagi kepentingan dirinya dan kroninya. Hal demikian disebabkan oleh adanya legitimasi semu, dan budaya politik memiting lawan (muzzling approach), seperti penyanderaan terhadap elit politik sehingga partai politik tidak berdaya dalam mengambil keputusan politik strategis. Hal ini ditambah dengan tiadanya pertanggung jawaban Presiden kepada lembaga tertinggi negara/MPR, Maka seorang Presiden bertindak semena-mena dan menyalahgunakan jabatan. Akhirnya kedaulatan rakyat runtuh dan demokrasi tercabik-cabik.

Saatnya utk dilakukan penyelamatan Indonesia dengan Kembali ke UUD 1945 Asli
UUD 1945 Asli menjamin kedaulatan berada di tangan rakyat yaitu melalui MPR sebagai lembaga tertinggi negara sehingga tidak memberi peluang terjadinya pembajakan negara (state capture) dan kepemimpinannya oleh oliagrkhi dan atau oleh keserakahan, egoisme dan nepotisme.

Kepemimpinan MPR sebagai lembaga tertinggi negara itu dengan keanggotaan yang meliputi juga Utusan Golongan dan Utusan Daerah meniscayakan lahirnya demokrasi berdasarkan musyawarah mufakat dan hikmat kebijaksanaan sebagaimana amanat Pancasila.

Dengan semua kewenangan otoritatif yang dimiliki MPR sebagai lembaga tertinggi negara itu, maka korupsi, kolusi dan nepotisme tidak akan berkembang liar dan tidak tertangani. Karena setiap pelanggaran etik dan hukum yang mengancam Indonesia bisa diatasi dan dikoreksi dengan mudah.

PRESIDIUM G-45

Adian Radiatus
Anthony Budiawan
Budi Djatmiko
Edwin Soekowati
Gus Aam
Heppy Trenggono
Laode Kamaluddin
M. Din Syamsuddin
M. Hatta Taliwang
Muhsin Ahmad Alatthas
Nurhayati Assegaf
Pontjo Sutowo
Syamsir Siregar
Sayuti Asyathri
Siti Fadillah Soepari
Suharto
Tifauzia Tyassumma
Tony Hasyim

*(LI)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *