JAKARTA | BRN– Peraturan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah (remaja) perlu terkait dengan pemberian edukasi seksualitas yang komprehensif.
Merujuk pada dokumen UNESCO “Comprehensive Sexual Education” (2009), pengajaran mengenai kesehatan seksual dan reproduksi (sexual and reproductive health) adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan 7 topik utama lainnya, yaitu:
1. Hubungan.
2. Nilai, Hak, Budaya dan Seksualitas.
3. Pemahaman Gender.
4. Kekerasan dan Menjaga Keamanan.
5. Keterampilan untuk Kesehatan dan Kesejahteraan.
6. Tubuh Manusia dan Perkembangannya.
7. Seksualitas dan Perilaku Seksual.
8. Kesehatan Seksual dan Reproduksi.
Pemaknaan dari topik diatas mempunyai korelasi dengan ketentuan Undang-Undang Kesehatan, undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan (PP kesehatan), bahwa suatu peraturan perundang-undangan yang baik harus berdasarkan pada tiga (3) aspek yaitu : 1) Aspek Filosofi, 2) Aspek Sosiologi, 3) Aspek Yuridis. Dari aspek Filosofi merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Melalui Zoom meeting, 19 Agustus 2024, Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia, memberikan penjelasan mengenai PERATURAN PEMERINTAH Nomor 28 TAHUN 2024 TERKAIT PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG Nomor 17 TAHUN 2023
TENTANG KESEHATAN (PP KESEHATAN). KHUSUS MENGENAI PENGATURAN PEMBERIAN ALAT KONTRASEPSI BAGI SISWA DAN REMAJA.
Sehat merupakan hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisahkan dari manusia, harus dilindungi, dihormati, ditegakkan demi peringatanmartabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, kecerdasan serta keadilan. Dalam rangka memenuhi hak dasar tersebut, Negara wajib melakukan pembangunan kesehatan.
Selanjutnya dari Aspek Sosiologi memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Dalam rangka penyelenggaraan kesehatan sebagai perwujudan hak asasi manusia Indonesia dalam kondisi sehat secara fisik mental dan spiritual secara menyeluruh tanpa penyakit sebagai bukti derajat kesehatan nasional. Terakhir dari Aspek Yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Selain itu menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan.
Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, peraturannya memang sama sekali belum ada dan adanya beberapa Undang-Undang yang diajukan yudisial review oleh masyarakat sehingga subtansi Undang-Undang tersebut harus disesuaikan dengan hasil putusan Mahkamah Konstitusi. Landasan yuridis akan digunakan sebagai dasar hukum dalam peraturan perundang-undangan yang akan disusun.
Berkaitan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 Terkait Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan (PP Kesehatan) khususnya Pasal 103 ayat (4) huruf e tentang penyediaan alat kontrasepsi menuai kontrovesi, terutama soal penyediaan alat kontrasesi bagi kelompok usia sekolah dan remaja.
Oleh karena itu PP yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja harus diperjelas, hal ini untuk mencegah adanya salah persepsi dimasyarakat. Oleh karena itu menurut kami edukasi kesehatan reproduksi pada remaja harus diutamakan, sehingga jangan sampai terjadi pro dan kontra aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja.
Oleh karena itu kami dari MPK (Majelis Kristen Indonesia) terkait dengan permasalahan Pasal 103 ayat (4) huruf e terkait penyediaan alat kontrasepsisebaiknya dilakukan dengan edukasi seks dalam bentuk pemberian kurikulum edukasi seks bagi pelajar sehingga tidak lagi tabu dengan masalah kesehatan sistim reproduksi di sekolah. Hal ini Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sedang menghadapi kondisi darurat berkaitan dengan aktivitas seksual remaja.
Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2023 mengungkapkan bahwa 60% remaja Indonesia telah berhubungan seks di usia 16-17 tahun, 20% diusia 19-20 tahun, 20% di usia 14-15 tahun. Pencarian solusi atas kondisi darurat ini perlu mempertimbangkan hal-hal penting yang telah dijabarkan di atas. Majelis Pendidikan Kristen (MPK) memberikan rekomendasi menanggapi PP No. 28 Tahun
2024. Dengan melakukan : harus dibuat kurikulum berbasis pada edukasi tentang pendidikan seksualitas yang berbasis pada nilai-nilai norma agama dan nilai kesusilaan sesuai dengan tujuan utama dari esensi kontekstual pendidikan tersebut sebagaimana dimanahkan dalam Undang-Undang Dasar Pasal 31 ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.
Pemaknaan dari pasal ini mengatur hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam pendidikan, kewajiban pemerintah di bidang pendidikan dasar dan sistem pendidikan. Dengan demikian dikembangkannya pendidikan seksualitas yang komprehensif yang berdasarkan norma agama-agama yang diakui di Indonesia. Secara khusus, MPK sebagai lembaga yang menaungi yayasan/badan penyelenggara pendidikan Kristen di seluruh Indonesia, melihat kebutuhan mendesak untuk dikembangkannya pendidikan seksualitas komprehensif di segala jenjang usia yang berdasarkan nilai-nilai Kekristenan dan kebangsaan. (Ril/).