
Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H. dari Kantor Hukum & Investigasi MAHANAIM LAW FIRM
JAKARTA | BRN – Kamis, 22 Mei 2025 – Sengketa hukum yang melibatkan PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha (WanaArtha Life) telah memasuki babak baru untuk pemeriksaan perkara setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusan sela atas perkara perdata Nomor 2/PDT.G/2025/PN.JKT.SEL tentang kompetensi absolut peradilan umum dengan menolak eksepsi dari Para Tergugat dan memerintahkan untuk melanjutkan persidangan dengan agenda memeriksa pokok perkara yakni pengembalian aset yang disengketakan, senilai Rp 2,4 triliun.
Putusan tersebut meneguhkan yuridiksi perdata pengadilan, sekaligus memberikan landasan formil dan materil bagi para pemegang polis selaku penggugat yang selama ini memperjuangkan restitusi atas harta kekayaan yang dinyatakan tidak berkaitan dengan tindak pidana.
Dalam pernyataan resmi, kuasa hukum para pemegang polis, Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., S.Kom., M.Th., C.Md, CLA, ASP., ASKC, menegaskan bahwa objek sengketa, yakni aset senilai Rp 2,4 triliun yang saat ini berada dalam penguasaan negara, tidak dapat dikualifikasikan sebagai Barang Milik Negara (BMN) karena tidak pernah terbukti berasal dari tindak pidana maupun hasil perolehan yang melanggar hukum.
“Secara konstitusional, negara memiliki kewajiban untuk menjamin perlindungan terhadap hak milik warga negara, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Oleh karena itu, negara tidak boleh bertindak sewenang-wenang dengan menahan atau menguasai aset yang secara materil bukan miliknya dan tidak berasal dari kejahatan,” ujar Dr. Andry Christian, S.H, M.H.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa prinsip negara hukum (rechtstaat) yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menuntut negara untuk tunduk pada supremasi hukum dan keadilan substantif. Dalam konteks ini, negara wajib menjadi pelindung hak-hak warga yang dirugikan, bukan justru menjadi penghambat pemulihan.
“Pemegang polis telah menempuh upaya hukum yang panjang dan penuh tantangan. Maka, sudah sepatutnya negara hadir sebagai aktor keadilan restoratif, bukan entitas yang mempertahankan status quo. Apabila belum tersedia regulasi teknis, maka diperlukan formulasi kebijakan afirmatif untuk mengembalikan hak-hak tersebut kepada pihak yang sah menurut hukum,” tambah Andry Christian, dari Kantor Hukum & Investigasi MAHANAIM Law Firm.
Andry-pun mengingatkan bahwa kegagalan negara untuk segera mengembalikan aset kepada pemiliknya yang sah akan berpotensi menimbulkan preseden yurisprudensi yang menyimpang dan mencederai prinsip kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam sistem peradilan nasional.
Pernyataan ini mendapatkan atensi luas dari publik, yang menilai momentum ini sebagai uji nyata atas komitmen negara dalam menegakkan prinsip keadilan sosial, sebagaimana termaktub dalam Sila Kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
“Pertanyaannya sederhana : Apakah negara konsisten dengan semboyan ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’ sebagaimana yang diikrarkan dalam pembukaan UUD 1945 dan dalam setiap Putusan Peradilan di Indonesia? Mari kita kawal babak baru ini bersama,” pungkas Andry Christian.
Tim Kuasa Hukum lainnya : ASORI MOHO, S.H. dan SITI HAGARIYAH, S.H. yang berkantor di MAHANAIM Law & Investigation Office, Jl. Gang Macan Daan Mogot Blok A2 No. 6 RT. 010 RW. 001, Kel. Kedoya Utara, Kec. Kebon Jeruk, Jakarta Barat – 11520, Indonesia. menegaskan bahwa dalam asset yang disita negara, Negara harus bertanggung jawab dan mengembalikan asset tersebut kepada Para Korban Asuransi Wannarta. /RED.