September 14, 2025

JAKARTA | BRN – Senin (14 /07/2024). Keluarnya sebagian Majelis anggota Walubi yang terbilang bagian sesepuh juga dengan mendirikan organisasi lain sebagaimana biasa disebut tandingan dengan nama Permabudhi tampaknya tidak membuahkan sesuatu yang patut dibanggakan juga oleh umat Buddha secara nasional selain memberi gambaran kekesalan belaka dan tentu sangat manusiawi bila kemudian juga mengevaluasi diri secara keseluruhan.

Bicara evaluasi dalam konotasi masing-masing pihak melihat secara mawas diri kedalam tataran organisasi tentu agar dapat ditemukan benang merahnya untuk merajut kembali kebersamaan yang sempat “cuti”, karena sejujurnya tidak ada kehendak putusnya tali persaudaraan antar tokoh-tokoh ini yang telah lama bersatu padu selama puluhan tahun bersama-sama membesarkan eksistensi peranan Walubi kala itu.

Ada pahit ada manis dalam persaudaraan adalah wajar dan lumrah namun apalagi dalam satu naungan Buddha Dharma yang menyatukan berbagai sekte dengan harmonis cerminan pemahaman literasi Dharma dalam implementasi keorganisasian ini. Semestinya demikian.

Tentu saja sebagaimana roda berputar ternyata tidak selalu melalui jalan yang cantik dan menyenangkan, ada saja prahara yang singgah sehingga membuat munculnya kehendak kebebasan yang lebih luas dan berindependensi oleh tokoh-tokoh Majelis yang kemudian berada dibalik munculnya Permabudhi dan waktu pula yang menunjukan hingga ke titik mana organisasi ini melangkah bagi perkembangan umat dibelakangnya khususnya dan tentu saja interaksi dengan berbagai lembaga pemerintahan.

Secara jujur dapat dikatakan sama saja akan apa yang dilakukan Walubi dan Permabudhi terhadap para mitra baik pemerintahan maupun lembaga lainnya sehingga tak dapat ditampik bahwa telah terjadi perpecahan di organisasi induk mitra pemerintahan yaitu Walubi atas kehadiran Permabudhi yang secara undang- undang organisasi kemasyarakatan sah-sah saja untuk diakomodir.

Namun juga terus terang saja, dilihat dari perspektif Peringatan dan Perayaan Waisak Nasional di Candi Borobudur jelaslah dapat terlihat bagaimana peranan dan tugas Walubi menyelenggarakan dan mensukseskannya sejak awal kehadirannya tak pernah surut dan terus meningkat baik kualitas maupun kuantitas penyelenggaraannya bahkan telah menjadi ikon tidak saja Buddhis Nasional tetapi juga Internasional. Hal yang sangat patut diapresiasi. Dan ingat Majelis-Mejelis di Permabudhi juga pernah ikut bertahun-tahun mengenyam dan bergandeng tangan bersama disana.

Sehingga bila bukan karena prinsip-prinsip kaidah keagamaan tetapi semata-mata hanya tentang tata kelola dan suksesi kepemimpinan maka sesungguhnya “konflik” yang mencuat hingga munculnya kehadiran Permabudhi adalah tentang sudut pandang cara mengelola internal di jajaran elite Walubi saja.

Maka seiiring bergulirnya waktu pasca Permabudhi mendeklarasikan diri dan melihat potensi dari kedua belah pihak yang masih saudara seDharma itu, alangkah realistisnya bila kedua belah pihak membuka pintu hati masing-masing tanpa harus menoleh kebelakang apalagi Permabudhi sudah 7 tahun berdiri sehingga cukup waktu untuk evaluasi dan Walubi sebagai induk besar Majelis-Majelis Agama Buddha dan Sangha dari berbagai Mazhab sangatlah diapresiasi oleh kedua belah umat, khususnya sebagai kakak beradik yang berdamai dalam sebuah rekonsiliasi dibawah Panji Buddha Dharma nan Agung dan Mulia. (**).

 

** oleh : Adian Radiatus

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *