
Kuansing — Dunia jurnalistik di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) kembali diguncang oleh tindakan yang dinilai melecehkan profesi wartawan. Dalam kolom komentar sebuah unggahan di akun Facebook DetikKuansing, muncul percakapan yang bernada merendahkan serta mengancam kebebasan pers.jumat (10/10/2025)
Dalam tangkapan layar yang beredar, akun bernama Harisman Haris menulis komentar dengan nada provokatif, menyindir wartawan agar tidak mengurusi masyarakat yang diduga terlibat aktivitas ilegal. Ia bahkan secara terang-terangan memperingatkan bahaya hingga ancaman terhadap nyawa wartawan jika terus menyoroti persoalan tersebut.
Komentar itu kemudian dibalas oleh akun lain bernama BonBonz Allo, yang menulis secara vulgar: “Bubarkan aj itu wartawan.”
Ucapan ini sontak memicu kecaman dari kalangan jurnalis dan aktivis media di Kuansing. Mereka menilai komentar tersebut bukan hanya bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan, tetapi juga indikasi adanya upaya sistematis untuk membungkam peran pers dalam mengungkap kejahatan dan praktik-praktik kotor di lapangan.
Beberapa sumber di lapangan menduga, komentar bernada kebencian terhadap wartawan tersebut datang dari oknum yang terlibat atau setidaknya memiliki kedekatan dengan jaringan mafia tambang dan aktivitas ilegal yang kini marak di wilayah Kuansing. Aktivitas seperti PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) hingga praktek pungli dan korupsi kecil-kecilan yang merusak lingkungan kerap diberitakan media, sehingga muncul dugaan kuat bahwa serangan di media sosial itu merupakan reaksi balik dari pihak-pihak yang merasa terusik kepentingannya.
“Ini bentuk intimidasi digital terhadap kerja jurnalistik. Ketika wartawan menjalankan tugas kontrol sosial, muncul komentar yang mengarah ke pembungkaman. Kami tidak boleh diam,” ujar pimpinan Redaksi suararakyat
Fenomena ini memperlihatkan betapa kebebasan pers di daerah masih menghadapi ancaman nyata, bukan hanya dari tekanan politik dan ekonomi, tetapi juga dari jaringan oknum yang bersembunyi di balik akun media sosial untuk menciptakan teror psikologis.
Dengan adanya komentar tersebut, diduga melakukan pelecehan terhadap profesi wartawan, Aparat penegak hukum juga didesak menelusuri apakah komentar itu merupakan bagian dari kampanye pembungkaman terhadap media lokal yang selama ini aktif mengungkap berbagai praktik ilegal di Kuansing.
Pers adalah pilar keempat demokrasi, dan serangan terhadap wartawan sejatinya adalah serangan terhadap hak publik untuk tahu. Ketika wartawan diancam hanya karena meliput kebenaran, maka yang sedang terancam bukan hanya profesi wartawan melainkan ruh demokrasi itu sendiri.
Darma Agus Wijaya dari DPP Forum Wartawan Jaya Indonesia bidang advokasi dan tokoh media di Tangerang d Jakarta berkomentar bahwa wartawan itu adalah tugas yang mulia dan merupakan pilar ke 4 demokrasi bekerja mengacu pada UU pokok pers no 40 th 99. Oknum yang menyatakan bahwa wartawan harus di bubarkan itu pasti tidak paham dengan sejarah pers di Indonesia hanya asal ngucap untuk melindungi kepentingannya, kami harapkan oknum tersebut cepat sadar dan mengerti bahwa postingannya melukai dan mencederai profesi wartawan di seluruh Indonesia yang jumlahnya tidak sedikit dan sudah banyak membantu masyarakat dalam memperoleh berita terupdate yang terjadi di dalam masyarakat. Ingat selain melanggar UU pokok pers juga melanggar UU ITE karena menyebarkan informasi yang menyesatkan melalui akun Facebook jejak di digital ga bisa di hilangkan.
(Yuli)