October 29, 2025

 

Bali, Rakyat nasional
Pulau Dewata memang menjadi daya tarik yang sangat menggiurkan bukan hanya sebagai tempat wisata alam, Budaya bahkan makanan, namun lebih dari itu banyak wisatawan domestik bahkan wisatawan manca negara tertarik untuk berinvestasi di tanah Pulau Dewata ini.

Termasuk di dalamnya adalah seorang penduduk asal Prancis, Philippe Claude Millieret. Karena kecintaannya yang mendalam terhadap Bali, Philippe memanfaatkan kesempatan untuk menyewa tanah seluas 1,1 hektar di wilayah Kabupaten Badung. Rencananya adalah menyimpan sebagian kecil untuk dirinya sendiri di mana ia dapat membangun RUMAH kecil di sedikit lahan itu sesuai dengan apa yang diharapkan dengan penuh kasih yang disebutnya sebagai “rumah terakhir saya” sebuah rumah kecil sederhana di mana ia bermaksud menghabiskan sisa hidupnya dikelilingi oleh keindahan alam Bali.

“Aku cinta bali, bagiku bali adalah tempat yang indah, suatu hari nanti aku ingin tinggal di sini, di sini aku melihat matahari terbenam dari rumahku, ngobrol dengan warga sipil, tinggal bersama orang-orang” ucapnya saat ditemui di warung kopi. (Saya cinta Bali, bagi saya Bali adalah tempat yang indah, suatu hari nanti saya ingin tinggal di sini, di sini saya melihat matahari terbenam dari rumah saya, berbicara dengan warga masyarakat, tinggal dengan orang Bali). Philippe sudah mengerti dan mencintai bali karena budayanya, warganya semua ramah dan saling membantu sesama.

Dengan berjalannya waktu philippe bertemu dengan Julian Petroulas yang dikenalnya melalui pertemuan singkat melalui perkenalan dengan seorang agen di bali. Setelah pertemuan itu, philippe mengirimkan semua detail tanah kepadanya melalui email dan WhatsApp. Dia mengajukan penawaran dan terjadilah kesepakatan sewa menyewa. Menurut keterangan Phillippe, dalam kesepakatan tersebut menyetujui pembayaran dalam waktu 16 bulan. Sangat penting untuk menjelaskan bahwa Julian mengatakan bahwa jika dia terlambat membayar, sewa akan dikembalikan kepada saya, dan berjanji untuk membayar, Namun hal itu semua suatu ringkasan. Dia tahu sejak awal bahwa dia akan mengintimidasi saya. Inilah mengapa dia tidak mau membayar sekaligus. Tetapi secara bertahap, terang Phillippe kepada awak media.

Namun setelah terjadi kesepakatan, Julian Petroulas sudah mulai menggunakan lahan tersebut dengan membangun pondasi jalan tanpa koordinasi dan persetujuan Subak, dimana pondasi jalan tersebut melanggar peraturan adat bali, karena penutupan jalur irigasi inilah yang menjadi sumber permasalahan dimulai.

Dalam langkah yang jarang terjadi, komunitas menggali subak Bali yang sakral dan seorang pemilik tanah lokal bersatu memberikan bukti di pengadilan melawan influencer asal Australia, Julian Petroulas, yang kampanye medianya mengklaim sebagai korban “penipuan tanah senilai 6,2 juta dolar AS” ternyata terbukti sepenuhnya palsu dan Pengadilan Negeri Denpasar telah gugatan Petroulas.

Setelah Petroulas mulai membangun jalan akses di atas sistem irigasi tanpa koordinasi dengan pihak berwenang setempat, Subak meminta sumbangan standar sebesar 10 juta rupiah (sekitar 600 dolar AS). Alih-alih mematuhi dan berdialog dengan hormat, Petroulas menuduh Subak melakukan “pelecehan” dan secara pribadi menghina para pemimpin komunitas. Ia kemudian menggunakan cerita palsu ini sebagai alasan untuk menakut-nakuti penyewa lahan saat ini dan mencoba mendapatkan kompensasi sebesar 2 miliar rupiah (sekitar 125.000 dolar AS) dari pria tua tersebut 200 kali lipat dari jumlah kontribusi wajar yang diminta Subak, tegas Phillippe menjelaskan kepada para awak media di peredam kuasa Hukumnya I Nyoman Wirajaya, SH, MH pada Senin 27 Oktober 2025 di Canggu Bali.

Dalam keterangannya I Nyoman Wirajaya, SH, MH, selaku PHnya dari King justitia law office Bali menyampaikan bahwa Secara juridis formil klien kami philipe memiliki legal standing yang sangat kuat. Ia juga sangat menyayangkan langkah-langkah hukum yang dilakukan oleh Sdr Julian .dalam istilah filsafat hukum kita semua mengenal Facta sun Servanda, artinya Perjanjian itu harus di hormati.

Dalam klausul perjanjian sudah sangat jelas dan tidak terbantahkan bahwa Julian sudah Wan Prestasi. Lebih lanjut I Nyoman Wirajaya, SH, MH yang juga sebagai pemerhati dan aktif dalam kegiatan Masyarakat adat serta menjunjung adat budaya Bali menjelaskan bahwa dirinya tidak hanya fokus pada masalah posisi hukum klien, tapi apa yang dilihat di medsos Julian sudah sangat menusuk dan menyakiti akan kearifan warga tumbak bayuh terutama terhadap sebuah budaya sakral tentang subak khususnya Di Pulau Dewata Bali yang cinta Damai ini.

Dalam menceritakan Philippe Claude Millieret, bahwa Julian Petroulas, Influencer berbasis di Dubai ini menimbulkan kontroversi tahun lalu melalui video YouTube berjudul “How I Make MILLIONS of Dollars in Bali”, yang mengklaim memiliki 1,1 hektare lahan di area pemukiman dengan rencana membuka klub malam dan bar strip untuk model Rusia tepat di sebelah pura keluarga sakral. Ia kemudian secara pribadi berulang kali menuduh pemilik tanah dan lembaga sakral Subak melakukan pembukaan sebagai alasan untuk menakut-nakuti penyewa lahan saat ini dan memaksa penurunan harga serta perjanjian baru.

Lebih jauh lagi, dalam narasi palsunya di media ia juga menuduh notarisnya “mengkhianatinya di belakang,” sehingga menimbulkan keraguan terhadap seluruh profesi tersebut. Padahal notaris yang dimaksud adalah sosok terhormat di Bali yang tidak pernah melakukan kejahatan itu. Namun karena kesimpulannya, media kemudian menyarankan pembacanya agar tidak berinvestasi di Bali tempat yang disebutnya “tidak bisa mempercayai notaris sendiri dan penuh dengan penipu tanah.”

Lebih lanjut menurut philippe, Julian Petroulas, Influencer berbasis di Dubai ini pernah di cekal oleh imigrasi Indonesia pada desember 2024, Terkait larangan masuknya ke Indonesia, Petroulas sengaja mengirim media dan para “pengikutnya” untuk menampilkan dirinya sebagai “korban.” Sementara Imigrasi Indonesia secara publik menjelaskan pada Desember 2024 bahwa julian dijatuhi sanksi karena mengakui diri telah menghasilkan “jutaan dolar” melalui investasi properti dan bisnis sementara ia hanya memegang visa turis dan ini merupakan pelanggaran keimigrasian. Atas ungkapan julian tersebut banyak netizen dan orang Bali ketika dia menyebut tanah itu miliknya. Kemudian dia di Cekal ke Indonesia karena mengklaim menghasilkan jutaan dan mempekerjakan 150 karyawan saat menggunakan visa turis.

Dalam Bukti yang diterbitkan ke Pengadilan menceritakan kisah yang sangat berbeda dari narasi publik Petroulas sebagai “korban” yang ia sebarkan di media. Sementara secara publik ia mengaku ditipu bersama pemilik tanah, komunikasi pribadi yang disampaikan ke pengadilan mengungkap bahwa Petroulas berulang kali menuduh pemilik tanah yang sama dan kemudian Subak, lembaga suci di Bali melakukan penipuan. Ia menggunakan tuduhan palsu ini sebagai alasan untuk beberapa kali gagal dalam membayar sesuai perjanjian sewa menyewa dan untuk mengintimidasi pemegang sewa, yang ia tahu sedang dirawat di rumah sakit menjalani operasi besar. Petroulas kemudian mencoba menghasilkan 2 miliar rupiah dari pria yang rentan itu. Ketika upaya itu gagal, ia meningkatkan ancamannya. Menyikapi permasalahan ini, Philippe Claude Millieret, seorang pria Tua yang saat ini dalam masa pengobatan akibat berbagai penyakit merasa tidak nyaman dan terusik dan dipandang perlu untuk memberikan klarifikasi atas permasalahan yang terjadi sebenarnya dengan di tunjukan berbagai bukti otentik kepada para awak media.

PRIA TUA PERANCIS BERDIRI UNTUK MEMBELA BALI DARI BERITA PALSU DARI INFLUENCER ASING

Bali || Pulau Dewata memang memiliki daya tarik yang sangat menggoda, bukan hanya karena keindahan alam, budaya, dan kulinernya. Terlebih lagi, banyak wisatawan domestik bahkan mancanegara yang tertarik berinvestasi di negeri ini.

Salah satu contohnya adalah warga Prancis, Philippe Claude Millieret. Karena kecintaannya yang mendalam pada Bali, Philippe memanfaatkan kesempatan untuk menyewa lahan seluas 1,1 hektar di Kabupaten Badung. Rencananya adalah menyimpan sebagian kecil lahan untuk dirinya sendiri, di mana ia dapat membangun rumah kecil, sesuai dengan apa yang ia sebut dengan penuh kasih sebagai “rumah terakhirku”, sebuah rumah sederhana di mana ia berniat untuk menghabiskan sisa hidupnya dikelilingi keindahan alam Bali.

“Saya cinta Bali. Bagi saya, Bali adalah tempat yang indah. Suatu hari nanti saya ingin tinggal di sini. Di sini, saya bisa menyaksikan matahari terbenam dari rumah, berbincang dengan warga sipil, hidup berdampingan dengan orang-orang,” ujarnya saat ditemui di sebuah kedai kopi. (Saya cinta Bali. Bagi saya, Bali adalah tempat yang indah. Suatu hari nanti saya ingin tinggal di sini. Di sini saya bisa menyaksikan matahari terbenam dari rumah, berbincang dengan penduduk setempat, hidup berdampingan dengan orang Bali.) Philippe sudah memahami dan mencintai Bali karena budayanya, keramahan dan keramahan penduduknya.

Seiring waktu, Philippe bertemu Julian Petroulas, yang ia kenal sebentar melalui perkenalan dengan seorang agen di Bali. Setelah pertemuan itu, Philippe mengirimkan semua detail tanah kepadanya melalui email dan WhatsApp. Ia mengajukan penawaran, dan kesepakatan sewa pun tercapai. Menurut Philippe, kesepakatan tersebut menetapkan pembayaran selama 16 bulan. “Penting untuk diklarifikasi bahwa Julian mengatakan jika saya terlambat membayar, uang sewa akan dikembalikan kepada saya, dan berjanji untuk membayar. Tapi itu semua bohong. Dia tahu sejak awal bahwa dia akan mengintimidasi saya. Itu sebabnya dia tidak mau membayar sekaligus. Dia ingin membayar secara mencicil,” jelas Philippe kepada media.

Namun, setelah kesepakatan tercapai, Julian Petroulas mulai memanfaatkan lahan tersebut dengan membangun fondasi jalan tanpa koordinasi dan persetujuan subak. Fondasi jalan ini melanggar hukum adat Bali, menghalangi saluran irigasi, yang merupakan akar permasalahan.

Dalam sebuah langkah langka, komunitas irigasi Subak yang sakral di Bali dan seorang pemilik tanah setempat telah bersatu untuk bersaksi di pengadilan melawan influencer Australia, Julian Petroulas. Kampanye medianya yang mengklaim sebagai korban “penipuan tanah senilai US$6,2 juta” terbukti sepenuhnya salah, dan Pengadilan Negeri Denpasar menolak gugatan Petroulas.
Setelah Petroulas mulai membangun jalan akses di atas sistem irigasi tanpa berkoordinasi dengan pemerintah daerah, Subak menuntut kontribusi standar sebesar 10 juta rupiah (sekitar US$600). Alih-alih mematuhi dan berdialog secara hormat, Petroulas justru menuduh Subak melakukan “pelecehan” dan secara pribadi menghina para pemimpin masyarakat. Dia kemudian menggunakan cerita yang direkayasa ini sebagai alasan untuk mengintimidasi penyewa tanah saat ini dan berupaya memeras uang ganti rugi sebesar 2 miliar rupiah (sekitar US$125.000) dari lelaki tua itu sebesar 200 kali lipat dari sumbangan wajar yang diminta oleh Subak, Phillippe menjelaskan kepada media, didampingi oleh kuasa hukumnya, I Nyoman Wirajaya, SH, MH, pada hari Senin, 27 Oktober 2025, di Canggu, Bali.

Dalam pernyataannya, I Nyoman Wirajaya, SH, MH, kuasa hukumnya dari King Justitia Law Office Bali, menyatakan bahwa “Dari sudut pandang hukum formal, klien kami, Philippe, memiliki kedudukan hukum yang sangat kuat.” Ia juga sangat menyesalkan tindakan hukum Bapak Julian. Dalam filsafat hukum, kita semua mengenal Facta sun Servanda, yang berarti bahwa perjanjian harus dihormati.

Klausul perjanjian tersebut sangat jelas dan tak terbantahkan, yang menyatakan bahwa Julian telah wanprestasi. Lebih lanjut, I Nyoman Wirajaya, SH, MH, yang juga seorang pemerhati dan aktif dalam kegiatan masyarakat adat serta menjunjung tinggi adat istiadat Bali, menjelaskan bahwa ia tidak hanya berfokus pada posisi hukum klien, tetapi juga bahwa apa yang dilihat Julian di media sosial sangat melukai dan menyinggung kearifan masyarakat Tumbak Bayuh, terutama terkait budaya sakral Subak, khususnya di Pulau Dewata yang cinta damai, Bali.

Menurut Philippe Claude Millieret, Julian Petroulas, seorang influencer yang berbasis di Dubai, memicu kontroversi tahun lalu dengan video YouTube berjudul “How I Make Millions of Dollars in Bali” (Bagaimana Saya Menghasilkan Jutaan Dolar di Bali). Ia mengklaim memiliki lahan seluas 1,1 hektar di kawasan perumahan dengan rencana membuka klub malam dan bar striptis untuk model Rusia tepat di sebelah pura suci keluarga tersebut. Ia kemudian berulang kali menuduh para pemilik lahan dan lembaga Subak yang sakral melakukan pelecehan sebagai dalih untuk mengintimidasi para penyewa dan memaksakan penurunan harga serta perjanjian baru.

Lebih lanjut, dalam narasi media palsunya, ia juga menuduh notarisnya “berkhianat di belakangnya”, sehingga menimbulkan keraguan terhadap seluruh profesi. Padahal, notaris yang dimaksud adalah tokoh terhormat di Bali yang tidak pernah melakukan kejahatan semacam itu. Namun, karena kebohongannya, media kemudian menyarankan para pembacanya untuk tidak berinvestasi di Bali, tempat yang ia gambarkan sebagai “tidak dapat dipercaya dan penuh dengan penipu tanah”.

Lebih lanjut, menurut Philippe, Julian Petroulas, seorang influencer yang berbasis di Dubai, dilarang masuk oleh imigrasi Indonesia pada Desember 2024. Terkait larangan masuknya ke Indonesia, Petroulas sengaja menyesatkan media dan “para pengikutnya” dengan menampilkan dirinya sebagai “korban”. Sementara itu, Imigrasi Indonesia menjelaskan secara terbuka pada Desember 2024 bahwa Julian dijatuhi sanksi karena membual bahwa ia telah menghasilkan “jutaan dolar” melalui investasi properti dan bisnis saat hanya memegang visa turis, yang merupakan pelanggaran imigrasi. Pernyataan Julian menyinggung banyak netizen dan warga Bali ketika ia mengatakan tanah itu miliknya. Ia kemudian dilarang masuk ke Indonesia karena mengklaim telah menghasilkan jutaan dolar dan mempekerjakan 150 karyawan saat menggunakan visa turis.

Bukti yang diajukan ke Pengadilan menceritakan kisah yang sangat berbeda dari narasi publik Petroulas sebagai “korban” yang ia sebarkan di media. Meskipun ia secara terbuka mengaku telah ditipu bersama pemilik tanah, komunikasi pribadi yang diajukan ke pengadilan mengungkapkan bahwa Petroulas berulang kali menuduh pemilik tanah yang sama dan kemudian Subak, sebuah lembaga suci masyarakat Bali, melakukan penipuan. Ia menggunakan tuduhan palsu ini sebagai dalih untuk beberapa kali pembayaran sewa dan untuk mengintimidasi penyewa, yang ia tahu sedang dirawat di rumah sakit untuk operasi besar. Petroulas kemudian mencoba memeras 2 miliar rupiah dari pria yang rentan tersebut. Ketika upaya itu gagal, ia meningkatkan ancamannya. Menanggapi hal tersebut, Philippe Claude Millieret, seorang pria lanjut usia yang sedang menjalani perawatan untuk berbagai penyakit, merasa tidak nyaman dan terganggu serta merasa perlu untuk mengklarifikasi kebenaran situasi tersebut dengan menghadirkan berbagai bukti otentik kepada media.

 

(Yuli)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *