December 7, 2025

DENPASAR | BRN

Kisruh kepailitan Hotel Sing Ken Ken yang berlokasi di Jalan Arjuna Normor 1 Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Propinsi Bali semakin rumit dan panjang. Sebelumnya ramai diberitakan terkait adanya dugaan “rekayasa dalam proses kepailitan” sampai dengan saat ini masih menyisahkan persoalan hukum yang belum tuntas.

Pemilik Hotel Sing Ken Ken, Jane Christina Tjandra selaku Direktur dan Pemegang Saham dari PT. Rendamas Reality badan hukum yang menaungi unit usaha hotel dalam rekaman wawancara yang diterima media ini pada hari Kamis, (04/12/2025) menerangkan dirinya membangun hotel tersebut pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012.

“Pada tahun 2009 itu ada seorang investor dari Australia masuk mau membeli satu unit, memang waktu itu rencananya kita mau jual kondotel tapi berbarengan waktu itu di luar negeri ada resesi global sehingga saya rubah jadi hotel, ” jelas Jane.

Jane menambahkan,”Nah yang unit besar-besar itu saya rencananya saya tetap jual, ada 6 unit dan salah satunya investor Australia ini masuk. Dan pada saat itu pembangunan saya ada pinjaman uang dari Bank UOB awalnya Kontraktor yang ambil uangnya dan saya kasi sertifikat saya sebagai jaminan. Singkat cerita, PT. RENDAMAS REALITY dan Pemilik Hotel tersebut dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 4/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Niaga Sby tertanggal 18 Juli 2017 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 609 K/Pdt.Sus-Pailit/2018 tertanggal 18 Juli 2018,” ujarnya.

Menurut Jane Christina, pada saat dirinya dipailitkan nilai hutang pokoknya sebesar 18 Miliar rupiah kemudian pada tahun 2023 diperhitungkan dengan bunga, denda dan lain lain menjadi 28 Miliar, padahal nilai asset saya pada tahun 2018 itu adalah sebesar 125 Miliar rupiah.

Menanggapi gugatan dari pihak investor asal Australia dirinya tidak menapik bahwa memang benar Investor asal Australia itu sudah menyewa selama 30 tahun dan baru menempati selama 7 tahun sehingga masih ada hak sisa masa sewa selama 23 tahun lagi.

“Saya konsisten kalau sudah balik saya kasi dia tinggal disana selama 23 tahun.”

Jane Christina juga menyesalkan tindakan Kurator karena barang barang milik investor Australia yang ada dalam unitnya itu mewah bangat tapi digondol juga semuanya tanpa mengetahui latar belakang.

Menurut Jane Christina barang barang milik Investor Australia tersebut tidak masuk dalam bundel pailit, sebagai Kurator harusnya dia itu “going konsen”.

Terpisah, David Yore investor asal Australia pemegang hak sewa apartemen 501 melalui Kuasa Hukumnya Yulius Benyamin Seran yang ditemui di Denpasar, Kamis 4 Desember 2025 menekankan pada prinsipnya Hukum Perdata Indonesia memberikan perlindungan hukum kepada Pemegang Hak Sewa baik itu WNI maupun WNA dengan porsi hukum yang sama.

Pihak David Yore yang diwakili Kuasa Hukum mengajukan permasalahan ini di Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor Perkara 1341/Pdt.G/2025.

“Atas dasar pertimbangan itulah kami telah melayangkan Gugatan di Pengadilan Negeri Denpasar dan saat ini masih dalam tahap mediasi,” ujar Benyamin.

Benyamin Seran menambahkan, yang menjadi dasar gugatan adalah dalam Pasal 1576 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan, kecuali jika telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang tersebut”. Artinya, siapapun nantinya pihak ketiga yang mendapatkan hak milik atas objek sewa menyewa harus diserahkan kepada Penyewa terdahulu yakni klien kami. Karena jual beli baik itu melalui proses lelang atau pun dibawah tangan, tidak menghapus sewa menyewa yang sudah ada jauh sebelum objek sewa tersebut menjadi harta pailit. Kami, tidak ingin masuk ke dalam persoalan kepailitan itu, yang kami minta dalam gugatan kami hanyalah soal hak sewa klien kami,” tegasnya. (Ril/).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *