Denpasar – Bali dikenal memiliki keindahan alam yang memukau, kekayaan tradisi dan budaya, serta keramahan penduduknya. Tidak heran jika pesona Pulau Bali selalu mampu menarik wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Sebagai pulau dengan mayoritas penduduk merupakan pemeluk agama Hindu, nilai-nilai yang berkembang tentunya berkembang sejalan dengan kepercayaan yang dianut. Salah satu manifestasinya dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), yaitu filosofi masyarakat Hindu di Bali dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan sesamanya, manusia dengan alam, dan manusia dengan Sang Pencipta.
Hal ini terwujud dengan adanya berbagai kearifan lokal yang hingga saat ini masih dijaga oleh masyarakat Bali. Salah satu Kearifan lokal Bali yang diterapkan di berbagai aspek kehidupan Adalah SUBAK. Pemahaman terkait Subak yang merupakan kearifan lokal di Bali yaitu berupa sistem pengairan secara tradisional dan menyangkut hukum adat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan air di sawah atau ladang, demikian disampaikan I Nyoman Wirajaya, S.H., M.H seorang Advokat dan pemerhati adat budaya Bali serta Owner dari King Justitia Law Office Ketika berbincang di kantornya di jalan Bypass Ngurah Rai Sanur Denpasar Selatan Kota Denpasar – Bali, pada rabu 29 Oktober 2025.
Lebih lanjut disampaikannya, Keunikan sistem irigasi subak tercermin pada kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan anggota subak sesuai tahapan pertumbuhan padi. Kearifan lokal dalam membangun dan mengelola sistem irigasi yang diwariskan secara turun-temurun ini kemudian diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia pada tahun 2012. Pelanggaran atas aturan adat bali yaitu Subak yang merupakan Salah satu Kearifan lokal tentu memiliki konsekwensinya bagi siapapun termasuk Warga Negara Asing.
Beberapa waktu lalu viral Dalam sebuah unggahan yang kini menjadi perbincangan hangat di media sosial, Julian Petroulas, seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Australia, mengklaim memiliki sebidang tanah seluas 1,1 hektar di kawasan Canggu, Bali. Video yang diunggah di kanal YouTube miliknya itu mengungkapkan bahwa Julian, yang tampak sedang menikmati liburan di Bali, didampingi oleh sejumlah aparat keamanan saat bepergian.
Dalam video yang viral tersebut, Julian Petroulas mengungkapkan klaimnya terkait kepemilikan tanah di kawasan Canggu, Kuta Utara, Badung. “Ini adalah pembelian tanah terbesar saya sepanjang hidup, seluas 1,1 hektar. Julian, bahkan telah merencanakan pembangunan berbagai fasilitas di atas tanah yang diklaimnya. Dalam video tersebut, ia dengan tegas menyebutkan rencana untuk membangun klub malam, paddle, gym, hotel, hingga strip club, meskipun lokasi tanahnya bersebelahan dengan Pura. Tak hanya itu, Julian juga mengaku memiliki sebuah restoran bernama Penny Lane Bali yang terletak di kawasan Canggu, Kuta Utara. Dalam video tersebut, ia mengungkapkan rasa syukurnya atas kesuksesan restoran tersebut.
“Uang membeli waktu. Waktu adalah satu-satunya hal yang berharga di dunia ini. Bagi saya, itulah arti uang. Uang berarti lebih banyak waktu dan kebebasan. Kami sekarang mau melihat tanahnya, lahan miliknya. Kami dapat pengawalan polisi agar bisa menghemat waktu. Lalu, saya bisa mengecek tanahnya,”pungkas Julian dalam video tersebut. Pernyataan ini menambah kontroversi terkait pengaruh uang dalam akses terhadap layanan publik di Bali.
Di sisi lain, sebuah rumor kurang mengenakkan muncul terkait Julian, Adanya Surat Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia no. SP/IMI/12/2024/05 tanggal 18 Desember 2024 tentang Siaran Pers Direktorat Jenderal Imigrasi yang pada intinya menyatakan bahwa Julian terakhir memasuki dan tinggal di Indonesia dengan menggunakan Visa Kedatangan (Visa on Arrival/VoA) pada tanggal 17 Juni sampai dengan 7 Juli 2024 dan 20 Juli sampai dengan 8 Agustus 2024, dan untuk seterusnya tidak pernah ada lagi masuk dan tinggal di Indonesia sampai adanya pencekalan terhadap julian yang diduga memiliki sejumlah aset dan investasi yang hanya menggunakan Visa Kedatangan. Dengan demikian dapat disimpulkan kebenaran dan keabsahan dari Surat Kuasa Khusus Julian kepada Kuasa Hukumnya tertanggal 1 Oktober 2024 dan 1 Desember 2024, serta adanya Surat Pengantar dari Perbekel Tibubeneng, Kelian Banjar Dinas Tandeg tertanggal 10 Desember 2024 perlu dipertanyakan keabsahannya. Hal ini menambah spekulasi mengenai legalitas kepemilikan tanah yang diklaimnya, mengingat aturan yang berlaku terkait kepemilikan tanah oleh WNA di Indonesia.
Namun beberapa waktu lalu tepatnya sekitar bulan februari 2025, julian datang ke Indonesia dengan tampilan super mewah dengan menggunakan jet pribadi, pengawalan ketat, menyantuni anak yatim untuk mengangkat citranya namun tetap masih mengklaim kepemilikan lahannya hal itu ia unggah kanal YouTube miliknya.
Seiring berjalannya waktu, sengketa sewa menyewa lahan yang melibatkan Philippe Claude Millieret pemegang Kitas Investasi dan Julian Petroulas memasuki babak baru. Dimana kedua belah pihak menyelesaikan permasalahannya melalui pengadilan di Indonesia. Dikutip dalam gugatan perkara Putusan Perdata Gugatan Nomor 1606/Pdt.G/2024/PN Dps dan atas putusan pengadilan tanggal 29 Agustus 2025 bahwa gugatan penggugat Julian Petroulas ditolak, sementara dalam Exsepsi tergugat Philippe Claude Millieret dikabulkan. Sedangkan dalam pokok perkara Menyatakan gugatan Penggugat Julian Petroulas tidak dapat diterima.
Menyikapi permasalahan tersebut Penasehat Hukum Philippe Claude Millieret yaitu I Nyoman Wirajaya, S.H., M.H berkesempatan memberikan keterangannya secara detail. Permasalahan ini berawal dari seringnya terjadi keterlambatan pembayaran sewa menyewa atau kewajiban dari Julian kecuali pembayaran pertama, Sementara dalam akta perjanjian sudah jelas tertera hak dan kewajibannya masing masing. Disamping itu, Julian Petroulas mulai menggunakan lahan tersebut dengan membangun pondasi jalan tanpa koordinasi dan persetujuan Subak, dimana pondasi jalan tersebut melanggar peraturan adat bali karena menutup jalur irigasi.
Dan ketika Subak meminta sumbangan sederhana sebesar 10 juta rupiah, julian menuduh mereka melakukan pelecehan dan menolak untuk melanjutkan komitmennya, secara pribadi menghina anggota mereka. Ia kemudian menggunakan hal ini sebagai dalih untuk wanprestasinya yang kedua. Dalam wanprestasi pertamanya, alih-alih menyalahkan Subak, julian malah menuduh pemilik tanah yang sama yang kini ia gambarkan di depan umum sebagai “rekan korban” pelecehan dan menyalahkan Philippe CLaude Millieret karena membagikan nomor ponsel julian Petroulas kepada pemilik tanah yang ingin bertemu dengannya, sehingga melanggar landasan suci Tri Hita Karana (THK), yang menekankan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan. Dalam sebuah aksi solidaritas yang langka, baik Subak maupun pemilik tanah sepakat untuk bersaksi untuk mendukung Philippe Claude Millieret, yang sepenuhnya bertentangan dengan tuduhan publik Julian Petroulas dan narasi yang direkayasa di media.
I Nyoman Wirajaya, S.H., M.H menyampaikan, misalnya dalam akta otentik, Dimana itu adalah Asas Presumptio Iustae Causa yang memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan sempurna, sehingga rumusan pasal itu merupakan undang-undang yang mengikat bagi kedua belah pihak, jika dinyatakan batal berarti dalam substansi itu dinyatakan batal, cuma persoalannya adalah ketika masuk ranah peradilan, kembali lagi akan dinilai oleh hakim untuk menyatakan batal demi hukum.
Lebih lanjut disampaikan I Nyoman Wirajaya, S.H., M.H, berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, sahnya suatu perjanjian harus terpenuhi unsur subjektif dan unsur objektif. Ketika salah satu unsur tidak terpenuhi akan menimbulkan konsekuensi hukum yang berbeda pula, Unsur pertama dan kedua, kesepakatan dan kecakapan itu merupakan syarat subjektif ketika salah satu tidak dipenuhi dari syarat tersebut baik itu kesepakatan ataupun kecakapan, maka konsekuensi hukumnya akan mengarah perjanjian itu dapat dibatalkan.
Dalam konteks permasalahan ini jelas bahwa telah terjadi Wanprestasi kelalaian dalam memenuhi suatu janji yang tertera dalam akta otentik Dimana ia melaksanakan tapi tidak sesuai dengan isi perjanjian dan melaksanakan tetapi terlambat daripada suatu yang telah ditentukan sehingga timbulah dampak kerugian yang muncul dari kejadian itu pada Philippe Claude Millieret, jelas I Nyoman Wirajaya, S.H., M.H menutup penjelasannya.
# julianpetroulas
#subak
#bali
#philippeclaudemillieret
#kingjustitialawoffice
#netizen
(Yuli)