BRN | JAKARTA – Indonesia yang merupakan negara Kepulauan, diperlukan saling koordinasi dalam berbagai aspek, dari geografis, pemerataan Pembangun, ekonomi dan sebagainya.
Untuk memperkuat koordinasi Kepulauan di Indonesia, diperlukan penyampaian informasi yang faktual dan aktual mengenai provinsi-propinsi di wilayah NKRI, maka Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan atau BKS mengadakan Forum Daerah Kepulauan. Acara diadakan hari Rabu (03/11/2022) dari pukul 08.30 wib hingga pukul. 16.00 wib, bertempat di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta.
Acara merupakan beberapa paparan mengenai bagaimana menangani masalah-masalah dari berbagai aspek di provinsi kepulauan di NKRI. Dibagi menjadi beberapa sesi, acara tersebut menjelaskan bagaimana menangani koordinasi di tiap provinsi kepulauan di Indonesia. Dari sisi Pariwisata, Ekonomi, letak geografis dan berbagai aspek lainnya.
Terobosan untuk percepatan pembangunan di Daerah Kepulauan tercermin dalam
Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung pada Senin, 3 Oktober 2022 di Jakarta. Ketua Badan Kerja Sama (BKS) Daerah Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi bersama dengan
pewakilan Provinsi Daerah Kepulauan menyatukan pandangan tentang sektor-sektor prioritas di Daerah Kepulauan serta terobosan yang dapat dilakukan dengan adanya aturan tata negara lebih kuat, yaitu UU Daerah Kepulauan.
Setiap perwakilan provinsi kepulauan yang tergabung dalam Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan atau BKS, yakni Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Acara ini menyampaikan berbagai kondisi dan problematika di daerah masing-masing, seperti Urusan pengelolaan kelautan dan perikanan; perhubungan/konektivitas; energi dan sumber daya mineral; pendidikan tinggi; kesehatan; perdagangan antar-pulau dalam skalabesar; dan ketenagakerjaan yang dapat diselesaikan apabila RUU Daerah Kepulauan ini disahkan menjadi UU Daerah Kepulauan.
Salah satu hal yang mengemuka adalah cara pemerintah pusat menghitung alokasi dana transfer ke
daerah berdasarkan luas wilayah (daratan) dengan jumlah penduduk, disatu sisi, daerah berciri kepulauan,
memiliki luas daratan yang lebih sempit ketimbang daerah berbasis kontinen/daratan dengan penduduk lebih sedikit dan tinggal di gugusan pulau. Artinya, butuh upaya ekstra untuk menjangkau warga dan mendistribusikan pembangunan. Berbagai tantangan, seperti kondisi cuaca daninfrastruktur yang belum memadai.
Mengenai pengelolaan laut dan perikanan, ketentuan pengelolaan perairan 0-12 mil dari garis pantai ke tengah laut yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dianggap “memangkas” kekuatan pemerintah kabupaten/kota. Padahal, pemerintah provinsi belum tentu mampu “menjangkau” untuk mengelola perairan yang jauh dari ibu kota.
Sebelumnya, terdapat mekanisme pengelolaan yang dianggap sesuai, yakni pemerintah kabupaten/kota mengelola kawasan 0-4 mil dari dari bibir pantai, sementara pemerintah provinsi berwenang dalam area 4-12 mil. Urusan pengelolaan perairan dengan jarak tertentu, berimbas pada kompleksitas perizinan, khususnya untuk nelayan kecil dan sedang, sertapengelolaan
kawasan pantai yang kerap tercemar.
Dengan berbagai kondisi tersebut, sudah sepatutnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah pusat memperhatikan kebutuhan spesifik di daerah berciri kepulauan. RUU Daerah Kepulauan ini menjadi gerbang perubahan bagi masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan, kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, serta pulau terluar, terpencil, dan tertinggal (3T), agar memiliki harapan baru demi kehidupan yang lebih baik.
*(LI)