BRN | JAKARTA – NCW Menilai Pengkebirian KPK Dengan Pulangkan Deputi Penindakan Dan Dirlidik Ke Polri Tanpa Dasar Yang Jelas, hal ini di sampaikan pada rilisnya di DPP NCW Mampang Prapatan Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023) Sekertariat DPP NCW Jakarta Selatan.
Adapun beberapa permintaan ICW adalah ;
A. Nasional Coruption Watch (NCW) mengusulkan kepada Presiden RI Ir Joko Widodo agar memerintahkan segera melakukan reformasi secara menyeluruh dan berkesinambungan ditubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
B. Nasional Coruption Watch (NCW) juga meminta Presiden RI, Ir Joko Widodo agar segera membentuk Panja Khusus atau Satuan Tugas Khusus dalam rangka optimalisasi pengawasan dan pengamanan hak-hak Pegawai KPK.
C. Nasional Coruption Watch (NCW) meminta Ketua KPK untuk Menarik surat pengembalian Deputi Penindakan dan Dirdik ke Korps Bhayangkara karena terindikasi di intervensi dan otoriter.
Penjelasan ;
A. Reformasi menyeluruh dan berkesinambungan, meliputi :
1. Keterbukaan imformasi dan data secara transparan kepada masyarakat, terutama kepada Pers dan lembaga-lembaga penggiat anti korupsi, agar Undang-undang berjalan sebagaimana mestinya. Meruaknya isu Pemulangan Dua Pimpinan KPK ke Poln, kami menganggap bahwa KPK saat ini sedang dalam kondisi Carut Marut dalam hal penindakan Korupsi. Untuk itu kami perlu bersuara dan menyatakan sikap kepada seluruh masyarakat dan kepada seluruh stakeholder di Indonesia.
2. Ketua Umum Nasional Coruption Watch (NCW) Hanifa Sutrisna SE, MSM, CSP, CIB, CATS, CPSD mengatakan bahwa, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang dalam keadaan Darurat. KPK tidak bisa ‘memulangkan’ Injen Karyoto selaku Deputi Penindakan dan Eksekusi, Brigjen Endar Priantoro selaku Direktur Penyelidikan ke Polri melalui surat rekomendasi Ketua KPK Firli Bahuri untuk promosi jabatan.
Pengembalian pegawai KUK ke instansi hanya bisa dilakukan jika terjadi pelanggaran Kode etik, atau masa penugasannya telah selesai. Jika ini adalah permintaan dari Ketua KPK kepada Polri, artinya KPK sendiri tidak bisa memberhentikan mereka”, ujar Ketum NCW,
Beredar kabar bahwa, terjadinya — perselisihan antara Direktur Penyelidikan, Deputi Penindakan dengan Ketua KPK mengenai kasus Formula E.“ Jika penarikan ini memang di latar belakangi gesekan tersebut, maka tindakan Firli merupakan suatu hal yang berbahaya. Sebab, penankan itu menjadi bentuk persoalan non hukum yang mengintervensi penegakan hukum,” tuturnya.
Nasional Coruption Watch juga sependapat dengan Zaenur Rohman selaku Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) yang mengatakan bahwa, baik Deputi Penindakan maupun Direktur Penyelidikan tidak tunduk Ketua KPK. Berdasarkan kode etik, Karyoto dan Endar harus tunduk kepada lembaganya, KPK. “Jika ini adalah permintaan dari Ketua KPK kepada Polri, artinya KPK sendiri tidak bisa memberhentikan kedua pimpinan tersebut. Mereka harus tunduk pada standar operasional prosedur (SOP) serta peraturan perundang-undangan”, jelas Hanifa.
Hanifa mengatakan, Permintaan Ketua KPK terkait pemulangaan Deputi Penindakan dan Direktur Penyelidikan ke instansinya sangatlah janggal dan berbahaya. Kenapa ? karena pegawai di KPK apalagi bidang penyelidikan, jika mereka tidak mau mengikuti kemauan dari pimpinan maka bisa diberhentikan tanpa dasar alasan yang sesuai dengan hukum.
Pasalnya permasalahan etik maupun masa jabatan yang telah selesai tidak menjadi alasan atas permintaan penarikan tersebut.
Dalam perkara ini Hanifa juga meminta kepada Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo agar Ketua KPK Firli Bahuri menarik surat rekomendasi atas pemulangan Karyoto dan Endar Priantoro ke instansi Korps Bhayangkara. “ Mengingat loyalitas pegwai KPK itu bukan kepada pribadi pimpinan, melainkan loyalitas itu kepada sistem. Meraka harus menolak perintah pimpinan yang bertentangan dengan SOP, peraturan perundang undangan, maupun kode etik.
“Institusi KPK secara organisasi bisa saja mengembalikan personil yang sifatnya penugasan atau perbantuan, terlebih jika ada permintaan institusi Polri dalam tujuan promosi atau pembinaan karier personil.
Namun alangkah baiknya dijelaskan secara terbuka kepada publik, sehingga tidak ada persepsi negatif dari publik bahwa adanya intervensi pimpinan KPK terhadap kasus tertentu,” Hanifa menutup paparannya.
(Jurnalis Christy)