November 23, 2024

BRN | Jakarta, 31 Maret 2023 – “Memahami Undang-Undang Hak Cipta No. 28/2014, terutama bagi para pelaku industri musik tanah air, merupakan suatu keharusan. Jika tidak, maka dipastikan mereka yang tidak memahami, atau tidak mau belajar memahami, akan tersesat. Dan yang gawat, orang-orang yang tersesat itu mengganggap dirinya di jalan yang benar,” ujar Once Mekel mengomentari polemik soal beberapa pencipta lagu yang melarang penyanyi membawakan lagu-lagu ciptaannya.

Sebagaimana diketahui dan telah disiarkan oleh media, Ahmad Dhani melarang Once Mekel untuk membawakan lagu-lagu grup band Dewa 19. Larangan tersebut kemudian disertai dengan ancaman pidana dalam Pasal 113 UU Hak Cipta yang memuat pidana 3 sampai 4 tahun penjara dan pidana denda sebesar 500 juta rupiah sampai dengan 1 miliar rupiah, untuk para penyanyi atau pengguna lagu yang dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 9 UU Hak Cipta yaitu mengenai kewajiban meminta ijin dari pencipta untuk pemanfaatan hak ekonomi.

Pernyataan Ahmad Dhani tersebut jelas merupakan ketidakpahaman terhadap ketentuan UU Hak Cipta, di mana sesuai dengan Pasal 87 UU Hak Cipta jo. Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP 56/2021), Once sebagai pelaku pertunjukan (performer) hanya mempunyai kewajiban untuk membayarkan royalti atas performing rights kepada Lembaga Manajemen Kolektif Negara (LMKN).

Jika seorang performer (melalui penyelenggara atau EO) telah mendapatkan lisensi dan telah membayarkan royalti kepada LMKN, maka performer tersebut tidak dapat dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 9 UU Hak Cipta. Hal tersebut jelas diatur dalam Pasal 87 ayat (4) UU Hak Cipta sebagai ketentuan khusus (lex specialis) mengenai performing rights dalam UU Hak Cipta.

“Kemudian, pertanyaannya adalah apakah seorang pencipta dapat melarang penyanyi untuk menggunakan ciptaan dari pencipta tersebut secara komersial? Jawabannya, tidak,” jelas Panji Prasetyo, kuasa hukum Once Mekel.

Berdasarkan Pasal 87 UU Hak Cipta, pencipta telah memberikan kuasa dan kewenangan kepada LMK dan LMKN untuk bertindak atas nama pencipta dalam memberikan izin penggunaan lagu, penghimpunan dan pendistribusian royalti performing rights. Secara lebih tegas, pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta menyatakan: “Setiap orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukkan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif”.

Pemberian izin oleh LMKN atas nama pencipta tersebut, cukup dengan cara para pengguna (siapapun) membayar tarif tersebut kepada LMKN. Sepanjang para pengguna telah membayar tarif royalti performing rights tersebut kepada LMKN, maka pengguna tersebut tidak lagi memerlukan persetujuan dari pencipta lagu. Dengan desain regulasi yang seperti ini, maka juga tidak ada dasar hukumnya bagi pencipta untuk melarang pengguna untuk menggunakan lagu-lagu ciptaannya, karena dengan si pencipta telah menyerahkan kuasa kepada LMKN, artinya dia sudah memberikan persetujuan kepada siapapun untuk menggunakan ciptaan si pencipta tersebut, sepanjang si penyanyi sudah membayar tarif royalti performing rights.

Pengaturan mengenai performing rights lebih lanjut juga diatur pada Pasal 10 PP 56/2021 yang menyebutkan bahwa setiap orang (tanpa terkecuali) yang melakukan penggunaan secara komersial terhadap lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial wajib membayar royalti melalui LMKN, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PP 56/2021.

“Dengan demikian, jelas bahwa seorang pencipta tidak dapat secara sewenang-wenang melarang secara khusus seseorang untuk tidak menggunakan ciptaannya tersebut secara komersial,” lanjut Panji.

Terlepas Once adalah salah satu pihak yang turut mempopulerkan lagu ciptaan Ahmad Dhani semasa dirinya menjadi vokalis dari grup band Dewa 19, justru hak dari Once jelas dilindungi oleh UU Hak Cipta sebagai masyarakat yang menggunakan suatu ciptaan secara komersial dan telah melakukan kewajiban hukum yaitu membayar royalti kepada LMKN.

Hal ini jelas menegaskan bahwa Once sebagai masyarakat hanya menjalankan hukum positif yang ada, yaitu UU Hak Cipta dan peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk PP 56/2021. Apabila memang Ahmad Dhani tidak sepakat dan tidak sejalan dengan sistem hukum di Indonesia, Negara Republik Indonesia sudah memberikan wadahnya yaitu untuk mengajukan ermohonan uji materiel ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, bukan justru melarang masyarakat untuk menggunakan ciptaannya. “Kuncinya adalah pemahaman!” Ujar Once. “Pahami dulu Undang-Undang, baru bicara,” lanjutnya.

Oleh karena itu, melalui kuasa hukumnya, Once menolak secara tegas segala tuduhan tidak berdasar yang disampaikan oleh Ahmad Dhani kepada dirinya. “Kami akan mempertahankan hak-hak dari Once Mekel, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” pungkas kuasa hukum Once, Panji Prasetyo dari Panji Prasetyo Law Offices.   *(LI)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *